Penantian 32 Tahun Parigi Moutong

Posted on Kamis, 27 September 2007 by Longky Djanggola

Keindahan alam Parigi di bawah temaram bulan berpadu dengan kegembiraan muda-mudi yang berdendang menikmati malam. Begitulah almarhum Hasan Bahasyuan, komponis, pencipta lagu, sekaligus penyanyi legendaris Sulawesi Tengah menggambarkan kecintaan pada tanah kelahirannya lewat lagu Parigi Ri Kareme Nu Vula.

Kini kota yang dialiri oleh Sungai Toraranga itu telah menjadi Ibukota Kabupaten Parigi Moutong. Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia telah meresmikan kabupaten baru di Sulawesi Tengah ini berdasar Undang-Undang No. 10/2002 tentang penetapan Kabupaten Parigi Moutong. Lengkap sudah penantian masyarakat Parigi Moutong selama 32 tahun memperjuangkan lahirnya kabupaten sendiri.

Sugendi Samudin, tokoh pemuda Parigi Moutong menyatakan sudah miliaran dana yang dihabiskan untuk memperjuangkan kabupaten ini. Tak heran bila Sugendi bersama sejumlah tokoh pembentukan Kabupaten Parigi Moutong mengadakan pesta sehari suntuk pada pelantikan pejabat bupati. "Kami mengucap syukur atas tercapainya cita-cita orang tua kami," kata dia.

Pemilihan Parigi sebagai ibukota kabupaten juga tepat, selain karena kelengkapan sarana dan prasarana seperti perkantoran, kota ini juga sangat strategis ditinjau dari aspek transportasi dan komunikasi. Di sana ada satu pelabuhan bongkar muat dan satu stasiun bumi telekomunikasi PT Telkom.

"Pemanfaatan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia yang ada adalah keniscayaan untuk mengembangkan Parigi Moutong," kata gubernur saat pidato pengukuhan Longky Djanggola, M.Si sebagai pejabat Bupati Parigi Moutong.

Amanat itu begitu penting mengingat wilayah Kabupaten Parigi Moutong dengan enam kecamatan itu menyimpan potensi sumber alam berlimpah. Kecamatan Parigi misalnya, mempunyai lahan sawah seluas 10.595 hektare dengan produksi rata-rata 44.295 ton per tahun. Belum lagi lahan perkebunan kelapa seluas 4.918,3 hektare, perkebunan kopi 22,7 hektare, kakao 3.660 hektare, dan cengkeh 137 hektare. Potensi pertambakan pun tersebar dari Kecamatan Sausu sampai Kecamatan Moutong.

Berbagai pihak juga mengakui berlimpahnya potensi sumber alam kabupaten yang merupakan hasil pemisahan dari wilayahnya itu. Paling tidak, 53 persen pendapatan daerah Kabupaten Donggala sebelumnya berasal dari wilayah Parigi Moutong.

Karena itu, banyak pihak berharap Bupati Longky bisa menyiapkan unit-unit pelaksana teknis sesuai dengan potensi sumber alam dan keelokan wilayah itu. "Ada sebelas instansi yang mesti disiapkan, tapi saya melihat ada yang belum perlu diadakan," ujar Longky.

Sejumlah kalangan menilai potensi wisata parigi Moutong kurang dipromosikan. "Padahal, keelokan pantai dan sejumlah tempat dengan air panas dan air terjun kita tak kalah dengan Vera atau Tanjung Karang di Kabupaten Donggala," kata Abdul Djalil G. Bua, tokoh masyarakat Parigi.

Harapan pada potensi wisata juga disampaikan Rusli Kinsal, tokoh muda Al Khairaat Parigi. "Paling tidak akan merangsang tumbuhnya unit-unit usaha ekonomi rakyat setempat."

Beberapa obyek yang wisata yang sekarang banyak dikunjungi adalah sumber mata air panas Kayuboko, air terjun Likunggavali Marantale, Boneagi Sigenti, serta obyek wisata ekologi semacam Bendungan Besar Gangga dan Pulau Maleo Sausu Peore. Namun, obyek-obyek itu belum optimal sebagai sumber penambah kas daerah, bahkan kini tak terurus hingga banyak semak.

Bupati Longky memang mesti menyiapkan organisasi dan mekanisme pemerintahan yang benar-benar efektif untuk mengelola potensi Parigi Moutong yang luasnya 6.311,83 kilometer persegi. Tujuannya jelas, mengoptimalkan potensi daerah demi kesejahteraan masyarakat.***

0 Responses to "Penantian 32 Tahun Parigi Moutong":