Penantian 32 Tahun Parigi Moutong

Posted on Kamis, 27 September 2007 by Longky Djanggola

Keindahan alam Parigi di bawah temaram bulan berpadu dengan kegembiraan muda-mudi yang berdendang menikmati malam. Begitulah almarhum Hasan Bahasyuan, komponis, pencipta lagu, sekaligus penyanyi legendaris Sulawesi Tengah menggambarkan kecintaan pada tanah kelahirannya lewat lagu Parigi Ri Kareme Nu Vula.

Kini kota yang dialiri oleh Sungai Toraranga itu telah menjadi Ibukota Kabupaten Parigi Moutong. Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia telah meresmikan kabupaten baru di Sulawesi Tengah ini berdasar Undang-Undang No. 10/2002 tentang penetapan Kabupaten Parigi Moutong. Lengkap sudah penantian masyarakat Parigi Moutong selama 32 tahun memperjuangkan lahirnya kabupaten sendiri.

Sugendi Samudin, tokoh pemuda Parigi Moutong menyatakan sudah miliaran dana yang dihabiskan untuk memperjuangkan kabupaten ini. Tak heran bila Sugendi bersama sejumlah tokoh pembentukan Kabupaten Parigi Moutong mengadakan pesta sehari suntuk pada pelantikan pejabat bupati. "Kami mengucap syukur atas tercapainya cita-cita orang tua kami," kata dia.

Pemilihan Parigi sebagai ibukota kabupaten juga tepat, selain karena kelengkapan sarana dan prasarana seperti perkantoran, kota ini juga sangat strategis ditinjau dari aspek transportasi dan komunikasi. Di sana ada satu pelabuhan bongkar muat dan satu stasiun bumi telekomunikasi PT Telkom.

"Pemanfaatan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia yang ada adalah keniscayaan untuk mengembangkan Parigi Moutong," kata gubernur saat pidato pengukuhan Longky Djanggola, M.Si sebagai pejabat Bupati Parigi Moutong.

Amanat itu begitu penting mengingat wilayah Kabupaten Parigi Moutong dengan enam kecamatan itu menyimpan potensi sumber alam berlimpah. Kecamatan Parigi misalnya, mempunyai lahan sawah seluas 10.595 hektare dengan produksi rata-rata 44.295 ton per tahun. Belum lagi lahan perkebunan kelapa seluas 4.918,3 hektare, perkebunan kopi 22,7 hektare, kakao 3.660 hektare, dan cengkeh 137 hektare. Potensi pertambakan pun tersebar dari Kecamatan Sausu sampai Kecamatan Moutong.

Berbagai pihak juga mengakui berlimpahnya potensi sumber alam kabupaten yang merupakan hasil pemisahan dari wilayahnya itu. Paling tidak, 53 persen pendapatan daerah Kabupaten Donggala sebelumnya berasal dari wilayah Parigi Moutong.

Karena itu, banyak pihak berharap Bupati Longky bisa menyiapkan unit-unit pelaksana teknis sesuai dengan potensi sumber alam dan keelokan wilayah itu. "Ada sebelas instansi yang mesti disiapkan, tapi saya melihat ada yang belum perlu diadakan," ujar Longky.

Sejumlah kalangan menilai potensi wisata parigi Moutong kurang dipromosikan. "Padahal, keelokan pantai dan sejumlah tempat dengan air panas dan air terjun kita tak kalah dengan Vera atau Tanjung Karang di Kabupaten Donggala," kata Abdul Djalil G. Bua, tokoh masyarakat Parigi.

Harapan pada potensi wisata juga disampaikan Rusli Kinsal, tokoh muda Al Khairaat Parigi. "Paling tidak akan merangsang tumbuhnya unit-unit usaha ekonomi rakyat setempat."

Beberapa obyek yang wisata yang sekarang banyak dikunjungi adalah sumber mata air panas Kayuboko, air terjun Likunggavali Marantale, Boneagi Sigenti, serta obyek wisata ekologi semacam Bendungan Besar Gangga dan Pulau Maleo Sausu Peore. Namun, obyek-obyek itu belum optimal sebagai sumber penambah kas daerah, bahkan kini tak terurus hingga banyak semak.

Bupati Longky memang mesti menyiapkan organisasi dan mekanisme pemerintahan yang benar-benar efektif untuk mengelola potensi Parigi Moutong yang luasnya 6.311,83 kilometer persegi. Tujuannya jelas, mengoptimalkan potensi daerah demi kesejahteraan masyarakat.***

Regent of Parigi Moutong Invites Investors

Posted on by Longky Djanggola

The Regent of Parigi Moutong (Central Sulawesi), Longky Djanggola, invites domestic and foreign investors to build fruit and cacao processing facilities there, reported Suara Pembaruan on 19 November.

"We need to have plants to process the lychees, snakefruits, mangos, and cacao that grow in abundance all year round in our region," said Longky recently.

He added that the production of lychees in Parigi Moutong is highest in the months of December and January. During these months, the price of lychees drops as the supply is high and there are no facilities to preserve or utilize the fruit.

"Usually the fruit will rot in the people's gardens because the price is low and the farmers cannot afford to harvest the fruit," said Longky. He added that the lychees that grow in Parigi-Moutong are exceptionally sweet.

Other readily available fruits include snakefruit and mango, which both bear fruit almost all year round.

The local government, said Longky, is also inviting investors who may be interested in investing in cacao, which also grows in abundance and is currently exported in raw form to other countries.

INDONESIAN PRESIDENT TO LAUNCH POVERTY ALLEVIATION PROGRAM

Posted on by Longky Djanggola

The Jakarta Post - April 28, 2007

Ruslan Sangadji, The Jakarta Post, Palu

President Susilo Bambang Yudhoyono is scheduled to kick off a nationwide poverty alleviation program in Palu, Central Sulawesi, on May 1.

During the launch of the National People's Empowerment Program (PNPM), in Baiya subdistrict, North Palu district, Yudhoyono will meet and speak with poor residents who are aid recipients of the Urban Poor Eradication Program.

Coordinating Minister for the People's Welfare Aburizal Bakrie visited the venue for the launch ceremony during a recent three-day visit to Palu.

The PNPM is a labor-intensive basic infrastructure development program. Funded by Rp 51 trillion (US$5.6 billion) from the 2007 state budget, the program will be introduced in about 50,000 locations across the country.

Also in Palu, President Yudhoyono is scheduled to open the National Conflict Resolution symposium, organized by the Indonesian National Youth Committee.

Yudhoyono and his entourage will travel to Parigi Moutong regency the following day to take part in a harvest, before continuing on to Poso.

Central Sulawesi provincial secretary Gumyadi said his office had received a copy of the President's schedule. "The agenda is set for the time being. There have been no changes to the itinerary."

Gumyadi's office is in charge of protocol during the visit by the head of state. He said a 20-member group from the Coordinating Ministry for the People's Welfare would arrive in Palu ahead of the President, on April 28.

An official from the ministry's poverty eradication affairs department, Sujana Royat, confirmed the visit to Palu. "We will arrive in Palu on April 28," he told The Jakarta Post.

Parigi Moutong Regent Longky Djanggola also verified Yudhoyono would be in the regency for the harvest. "The grand harvest will take place May 2," said Longky.

Illegal Logging, Akan Ditindak Tegas

Posted on by Longky Djanggola

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, beserta polisi kehutanan setempat menemukan tumpukan ratusan batang kayu ilegal di Sungai Lobu, Kecamatan Moutong.

Temuan kayu jenis meranti ilegal berukuran 3 hingga 4 meter ini berkat pengembangan informasi dari masyarakat. Berdasarkan informasi masyarakat, pemilik tumpukan kayu itu kepala desa setempat.

"Saya minta masyarakat jangan termakan rayuan para cukong kayu. Kami akan menindak tegas siapa pun pelaku illegal logging," kata Bupati Parigi Moutong, Longky Djanggola yang memimpin peninjauan, Kamis (12/10).

Longky mensinyalir penyebab terjadinya musibah banjir di daerahnya akhir-akhir ini akibat masih berlangsungnya aktivitas pencurian kayu.

Kayu-kayu bantalan termuan ini diamankan polisi kehutanan sebagai barang bukti untuk kepentingan lebih lanjut. Pemkab Parigi Moutong akan semakin meningkatkan pengawasan di lapangan untuk mencegah maraknya aksi penebangan liar.

Parmout Telah Kembangkan E-Goverment

Posted on Selasa, 11 September 2007 by Longky Djanggola

Electronic Government atau pemerintahan yang berbasis elektronik bukan lagi wacana dikalangan aparatur pemerintah. E-Government ini merupakan sistem pemerintahan digital dimana memudahkan fungsi pelayanan masyarakat secara profesional. Melalui pemanfaatan ini diharapkan dapat membuka kesempatan tumbuhnya pertanggung jawaban, keterbukaan, keterlibatan dan pengawasan sebagai empat prinsip utama demokrasi, dengan begitu tata Pemerintahan yang baik (Good Governance) bisa terwujud.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Kabupaten Parigi Moutong H Rustam Dg Rahmatu BE, SE, Msi saat membuka pelatihan internet bagi kelompok kerja penyusun data pengembangan Kabupaten Parigi Moutong di Aula BAPPEDA Kab Parigi Moutong beberapa waktu lalu, kedepan bentuk layanan birokrasi pada masyarakat sudah harus menggunakan sistem komputerisasi.

Pelatihan berlangsung sehari merupakan tindak lanjut dari hasil pelatihan sebelumnya, pesertanya terdiri dari perwakilan masing – masing dinas, badan, kantor dan bagian di jajaran pemerintah Kabupaten Parigi Moutong sejumlah 30 orang. Drs. Hasanuddin Kampei mengatakan peserta pelatihan ini ajan bertugas menyiapkan dan mengaktualkan data – data di dinas, badan, kantor dan bagian masing – masing, para peserta juga mempunyai tanggung jawab mengumpulkan dan menganalisa seta melaporkan realisasi fisik dan keuangan secara berkala.

Hasanudin menambahkan hasil tim kelompok kerja akan mendapatkan kompensasi yang dibebankan pada Dokumentasi Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bappeda Parigi Moutong, jadi setiap triwulan tim ini akan mendapat honor.***

Presiden Minta Petani Tingkatkan Ketahanan Pangan

Posted on by Longky Djanggola

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta para petani di Indonesia agar meningkatkan ketahanan pangan dengan cara mengotimalkan potensi lahan pertanian di sekitarnya.

"Saya minta petani dapat mengembangkan dan mengoptimalkan potensi lahan tamanan pangan yang ada, guna meningkatkan ketahanan pangan," kata Presiden ketika bertatap muka dengan ribuan petani sebelum melakukan panen raya padi di Desa Nambaru, Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi-Moutong (Parimo), Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Senin pagi.

Pada kesempatan itu, Presiden Yudhoyono juga meminta Menteri Pertanian dan para Kepala Daerah untuk membantu para petani dalam meningkatkan ketahanan pangan.

Pada acara panen raya ini, Kepala Negara sempat menyabit beberapa rumpun tanaman padi yang sudah menguning, lalu diikuti oleh Ibu Negara Ny. Ani Yudhoyono, Mentan Anton Apriontono, Gubernur Sulteng Bandjela Paliudju, Bupati Parimo Longki Djanggola, serta kemudian dilanjutkan oleh ribuan petani setempat secara bersamaan.

Presiden juga sempat membawa hasil panenannya ke mesin perontok padi yang sudah
disediakan Pemkab Parimo di sekitar lokasi panen raya. Khabarnya, sampel hasil panen padi di areal seluas 923 hekter tersebut dibawa ke Jakarta untuk dilakukan penelitian lebih lanjut oleh instansi teknis.

Bupati Janggola, dalam paparannya pada kesempatan itu, melaporkan bahwa luas panen padi di daerahnya pada 2006 mencapai 49.386 hektar dengan total produksi sebanyak 134.647 ton. Dengan demikian, jika dibanding dengan jumlah penduduk yang ada, masih terdapat surplus beras sekitar 80.000 ton.

Kabupaten Parimo yang sekitar separuh penduduknya adalah transmigran merupakan sentra produksi beras terbesar di Sulteng, bahkan merupakan andalan dalam memasok stok beras nasional di provinsi ini.

Selain itu, katanya, uoaya mendorong peningkatan produksi sektor pertanian tanaman pangan di daerahnya, mendapat dukungan 856 kelompok tani yang tergabung dalam 116 gabungan kelompok tani.

Janggola juga melaporkan kalau daerahnya selama ini menjadi produsen kakao terbesar di Provinsi Sulteng, dengan total produksi rata-rata setiap tahun mencapai 45.000 ton.

Provinsi Sulteng sendiri merupakan penghasil kakao terbesar di Indonesia dengan produksi berkisar 200 ribu ton setiap tahun, atau 46 persen dari produksi nasional sebanyak 420 ton. Sebagian besar hasil produksi kakao (dalam bentuk biji asalan) ini diekspor ke Malaysia, Singapura, China, dan sebagian kecil lagi ke Amerika serikat.

Usai melakukan panen raya padi, Presiden kembali lagi ke Palu guna menghadiri acara
Peluncuran Program Nasional pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sekaligus peresmian sejumlah proyek pembangunan di Kota Palu.

Turut menyertai kunjungan kerja Presiden ke Kabupaten Parimo, selain Ibu Negara Ny. Ani Yudhoyono dan Mentan Anton Apriontono, juga Menko Kesra Abu Rizal Bakri, Menteri PU Joko Kirmanto, Mensos Bachtiar Chamsyah, Sekkab Sudi Silalahi, Menag Maftuh Basyuni, Menkes Siti Fadilah Supari, dan Kepala BIN Syamsir Siregar. (*)

Presiden Panen Raya di Parigi

Posted on Senin, 10 September 2007 by Longky Djanggola

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan panen raya padi di atas lahan seluas sekitar 922 hektar di Desa Nambaru, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Senin (30/4) siang. Kedatangan Presiden dan Ibu Negara serta rombongan disambut Bupati Parigi Moutong Longky Djanggola dan Muspida setempat.

Presiden dan rombongan tiba di lapangan Kantor Bupati Parigi Moutong menggunakan helikopter dari Bandara Mutiara, Palu. Sepanjang jalan dari helipad menuju lokasi acara, masyarakat berduyun-duyun menyambut. Ini kali pertama Presiden RI datang ke kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Donggala, pada tahun 2002. Parigi Mourong adalah salah satu sentra lumbung padi di Sulawesi Tengah.

Total luas lahan sawah di kabupaten ini 31 ribu hektar lebih. Pada tahun 2005, Kabupaten Parigi Moutong menghasilkan 224 ribu ton gabah kering giling, setara dengan 134,5 ribu ton beras. Surplus beras pada periode 2005 mencapai 83 ribu ton lebih. Pada panen raya kali ini, setiap hektar sawah menghasilkan 7-8 ton gabah kering giling.

Dalam sambutannya, Bupati Longki Djanggola mengatakan bahwa panen raya tahun 2007 ini merupakan prestasi tersendiri masyarakat Parigi Moutong. ”Pertanian akan tetap dijadikan prioritas dalam pembangunan Parigi Moutong,” katanya.

Kabupaten Parigi Moutong menargetkan 44 persen kapasitas tanam dari seluruh target Sulteng. Untuk mewujudkan target ini, pemerintah daerah mendapatkan dana Rp 2,315 miliar untuk 436 ribu benih padi dari Departeman Pertanian dari total Rp 8,051 miliar untuk provinsi Sulteng. Pemerintah daerah juga mengintensifkan program-program penyuluhan yang langsung ditangani oleh satu orang penyuluh di setiap desa. ”Di daerah kami, InpresNo.3 tahun 2007 tentang Kebijakan Perberasan dijalankan oleh semua semua pihak secara konsisten,” Longki Djanggola menambahkan.

Presiden SBY sendiri dalam amanah singkatnya menghargai upaya yang telah ditempuh masyakarat Parigi Moutong. ”Kita harus mengembangkan dan meningkatkan potensi pertanian dan ketahanan pangan, terutama beras,” katanya. Presiden juga berpesan secara khusus kepada Menteri Pertanian untuk membantu para petani supaya dapat mewujudkan program pemerintah dalam ketahanan pangan.

Setelah memberi arahan, Presiden SBY didampingi Ibu Ani, dan sejumlah menteri yang menyertai serta Bupati Parigi Moutong turun ke sawah untuk melakukan panen raya padi secara simbolis. Turut hadir mendampingi Presiden SBY dalam panen raya padi ini, antara lain, Menko Kesra Aburizal Bakrie, Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Menkes Siti Fadillah Soepari, Menteri PU Djoko Kirmanto, Mendiknas Bambang Sudibyo, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Kepala BIN Syamsir Siregar, Seskab Sudi Silalahi, Gubernur Sulteng HB Paliudju, dan Jubir Andi Mallarangeng serta Dino Pati Djalal. (dis/dari presiden.go.id)

Penanggulangan Kemiskinan Berbasis MDG di Parigi Moutong

Posted on by Longky Djanggola

Usianya telah genap lima tahun. Tepatnya 10 April 2007 lalu, kabupaten ini merayakan hari jadinya yang ke lima. Sebelumnya, wilayah ini masih bagian dari Kabupaten DOnggala, Sulawesi Tengah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10/2002, resmilah wilayah ini menjadi kabupaten yang otonom dengan nama Kabupaten Parigi Moutong.

Melihat kondisi wilayahnya, seharusnya tidak ada masyarakat miskin di daerah ini. Tapi kenyataannya, dari total jumlah penduduk sekitar 371.204 jiwa, tercatat sekitar 27 ribu kepala keluarga yang miskin tahun 2006. Padahal, 80 persen wilayah ini dikitari oleh Teluk Tomini yang kaya akan potensi perikanan kelautan dan perkebunan.

Dinas Perikanan dan Keluatan Kabupaten Parigi Moutong mencatat, bibir pantai di wilayah ini sepanjang 472 kilometer membentang dari ujung Kecamatan Sausu di bagian selatan hingga Kecamatan Moutong yang berbatasan dengan Provinsi Gorontalo di sisi utara.
Sedangkan luas areal tangkapan ikan 28,208 Kilometer persegi, dengan potensi lestari 587.250 Ton per tahun, yang terdiri dari ikan Palagis besar atau tuna sebanyak 106.000 Ton, ikan Palagis Kecil 379.440 ton, ikan Demersal 83.840 Ton dan ikan lainnya 17.970 Ton. Termasuk pula budi daya rumput laut 1.521 hektar, budi daya teripang 1.250 hektar dan pengembangan Keramba Apung 521 hektar.

Belum lagi perikanan darat. Luas tambak insentif 150 hektar, tambak semi Insentif 280 Hektar, tambak tradisional 3.200 hektar, kolam air 458 hektar. Potensi lainnya, adalah perkebunan kelapa dengan luas areal 24,499,28 hektar dengan jumlah produksi per tahunnya mencapai 40.757,833 ton. Kemudian potensi andalan lainnya adalah kakao dengan luas areal 45,120 hektar dan jumlah produksi per tahun mencapai 54.345,741 ton. Belum lagi cengkeh dengan luas areal 2,166,81 hektar dan jumlah produksinya setiap tahun 421,751 ton.

Berdasarkan data ini, seharusnya tidak ada penduduk miskin di Kabupaten Parigi Moutong, karena semua itu tidak dikelola oleh investor, melainkan oleh masyarakat sendiri. Bupati Parigi Moutong, Longky Djanggola mengatakan, untuk potensi perikanan dikelola oleh warga setempat asal Bugis dan China, sedangkan untuk perkebunan dimiliki oleh penduduk dari Bali dan Jawa.

"Orang Bali dan Jawa itu dulunya adalah transmigran di sini. Sekarang mereka yang paling maju di Parigi Moutong," kata Bupati Longky Djanggola.

Dengan demikian menurut Bupati Longky Djanggola, penduduk miskin itu adalah penduduk asli, yang cenderung terlena termanjakan dengan kondisi alam sehingga "malas" bekerja. Tapi, bukan berarti mereka tidak dimotivasi untuk untuk bisa maju sejajar dengan warga setempat yang berasal dari Jawa dan Bali.

Persoalan ini, katanya, tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena bisa berdampak pada kecemburuan sosial dan akan menimbulkan masalah baru. Apalagi, tambah Bupati Djanggola, Kabupaten Parigi Moutong adalah wilayah yang berbatasan langsung dengan Poso. “Kita juga menjadi tempat pengungsi bagi korban konflik Poso. Ini berbahaya sehingga penduduk asli yang miskin, harus cepat diberdayakan,” paparnya.

MDG's DI PARIGI MOUTONG

Melihat fenomena itu, tahun 2005 Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong bekerjasama dengan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kesra) dan United Nations Development Programme (UNDP) menerapkan program Millenium Development Goals (MDG's), dengan menyusun strategi penanggulangan kemiskinan secara paritisipatif dengan melibatkan masyarakat miskin tersebut.

MDGs itu sendiri dideklarasikan oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 sebagai komitmen global untuk mengurangi jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan atau hidup dengan biaya di bawah 2 dollar AS per hari. Dengan MDGs diharapkan penduduk miskin dunia yang jumlahnya mencapai 1,3 miliar dapat dikurangi menjadi setengahnya pada tahun 2015. Caranya bisa macam-macam, mulai dari bantuan langsung, pengurangan utang, atau memberikan akses perdagangan yang adil bagi negara miskin.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada suatu kesempatan mengatakan, proyek MDGs itu jauh lebih ambisius dibandingkan dengan proyek kemanusiaan besar terakhir, seperti gerakan untuk memperoleh kemerdekaan, emansipasi, kesetaraan, dan kebebasan yang menyebar di seluruh planet pada abad lalu, termasuk di di Asia Pasifik.

Presiden berpendapat, kondisi saat ini benar-benar telah berubah. Martabat manusia tidak lagi hanya cukup dipenuhi dengan kemerdekaan dan kebebasan. "Martabat manusia seutuhnya hanya dapat dipenuhi jika manusia bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, serangan penyakit, sikap tidak toleran, dan konflik," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Setiap tahunnya dibutuhkan dana sekitar 100 miliar dollar AS, antara lain untuk mengatasi program pengurangan kelaparan, penyakit, buta aksara, dan kerusakan lingkungan. Jika dana itu tersedia, diperkirakan tahun 2015 kemiskinan global dapat dikurangi hingga setengahnya. Sayangnya, dana yang tersedia saat ini hanya 50 miliar dolar AS. Sebab itu, sejumlah pihak mulai pesimistis target MDGs tercapai pada tahun 2015.

Bupati Longky Djanggola mengatakan untuk keluar dari belenggu kemiskinan itu, masyarakat miskin harus dilibatkan agar kita bisa tahu apa sebenarnya masalah mereka. "Dan ternyata masyarakat miskin begitu aktif bersama-sama kami untuk menentukan program-program prioritas bagi mereka," kata Bupati Longky Djanggola.

Dari hasil diskusi dan berbagai pertemuan dengan masyarakat miskin itu, didapatkan salah satu masalah penting bahwa ternyata masyarakat miskin kekurangan modal untuk bisa mengembangkan potensi yang tersedia di sekitar mereka.
Dari situlah, tahun 2006 lalu, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong kemudian mengagunkan dana di bank sebesar Rp 2,5 miliar yang diperuntukan bagi masyarakat miskin. "Dana itu sebagai agunan agar masyarakat miskin dapat mengambil kredit tanpa bunga," katanya.

kepada The Jakarta Post, Jumat (23/2) Bupati Longky Djanggola mengatakan, sejak ada agunan dana itu, tercatat sebanyak 1180 orang yang mengajukan permohonan kredit di bank, dengan jumlah dana yang dipinjam antara Rp 2,5 juta hingga Rp 3,5 juta.

Pimpinan Bank Sulteng Cabang Parigi Moutong, Wahidudin, mengatakan, proses pengambilan kredit itu memang berdasarkan proposal yang diajukan, dan pengembalian setiap bulannya sangat lancar. Rata-rata pengambalian dana oleh masyarakat berkisar antara Rp Rp 250 ribu sampai Rp 500 ribu per bulannya.

Berdasarkan laporan perbankan itu, Bupati Longky Djanggola mengatakan bahwa DPRD Parigi Moutong telah menyetujui untuk menambah lagi dana agunan itu sebesar Rp Rp 2,5 miliar pada tahun 2007 ini. "DPRD sudah setuju, dan pada pembahasan APBD mendatang anggaran itu akan dimasukan," katanya.
Tidak hanya itu, masih beberapa lagi program penanggulangan kemiskinan berbasis MDG's ini telah direalisasikan oleh Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong. Antara lain memberikan pengobatan gratis bagi masyarakat miskin, pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) gratis bagi penduduk miskin dan beberapa program lainnya.

Deputi Menko Kesra Bidang Penanggulangan Kemiskinan, Sujana Royat mengakui, dari lima provinsi di Indonesia yang menjadi percontohan untuk penerapan program MDG's itu, Parigi Moutong yang dianggap paling berhasil. Kelia provinsi itu adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, Maluku, Maluku Utara dan Parigi Moutong.

"Memang, kita dan UNDP mengakui bahwa Parigi Moutong yang sudah merealisasikan program MDG's itu dan dianggap berhasil," kata Sujana Royat pada pertemuan sharing pendapat upaya penanggulangan kemiskinan di Jakarta awal bulan Pebruari lalu.

Apa yang dilakukan oleh Kabupaten Parigi Moutong itu, kata Sujana Royat, adalah model insiatif daerah untuk melaksanakan program penanggulangan kemiskinan. Tinggal bagaimana pemerintah pusat ikut mendorongnya dengan melakukan imigrasi anggaran program penanggulangan kemiskinan di daerah ke kabupaten itu.

TERDEPAN DI 2020

Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong, telah mencanangkan visinya "menjadikan Kabupupaten Parigi Moutong Tahun 2020 terdepan di Provinsi Sulawesi Tengah".

Dengan begitu, pemerintah setenpat telah menetapkan misinya, antara lain mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, menggali dan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah, meningkatkan peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi berbasis komoditi unggulan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan serta meningkatkan kualitas Lingkungan sebagai wujud komitmen terhadap konsepsi pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) dan berwawasan lingkungan.

Pada 15 Januari 2004, Kompas menulis bahwa dengan modal letak dan infrastruktur yang memadai, daerah yang dilintasi garis khatulistiwa ini punya peluang berkembang lebih cepat. Jalan Trans Sulawesi yang melintasi keenam kecamatan menjadi tulang punggung prasarana transportasi darat sekaligus mengurangi beban pemerintah kabupaten.

Itu karena hampir 40 persen jalan di kabupaten itu merupakan tanggung jawab negara. Hanya tinggal melanjutkan penyediaan jalan ke lokasi-lokasi yang sukar dijangkau. Pengadaan prasarana akan mengurangi isolasi suku-suku asing di pedalaman sekaligus meningkatkan akses ke kantong-kantong produksi perkebunan.
Jika suplai dari kantong produksi lancar, rencana pembangunan dua kutub pertumbuhan akan lebih cepat terlaksana. Pusat pertumbuhan di bagian selatan di Kecamatan Sausu dan bagian utara di Kecamatan Tomini dengan basis pertanian dan hasil pertanian memang sedang dikejar oleh pemkab.

Dengan dua kutub ini, industri pengolahan hasil pertanian, termasuk perkebunan dan hutan, mungkin akan jauh berkembang. Namun, industri pengolahan hasil laut masih jauh dari agenda pembangunan. (Kompas 15/1/2004).

Menurut Bupati Longky Djanggola, untuk merealisasikan itu, pihaknya telah melaksanakan program "Bedah Rumah". Tahun anggaran 2006, telah dibangun sebanyak 300 rumah layak huni bagi masyarakat asli di pegunungan (suku terasing) di pegunungan.

"APBD 2007 nanti, kita akan usulkan lagi untuk program bedah rumah ini bagi masyarakat miskin di perkotaan. Termasuk di dalamnya adalah membangun jalan ke kantong-kantong produksi," tandas Bupati Djanggola.***

Sekilas Tentang Parigi Moutong

Posted on by Longky Djanggola

KABUPATEN Parigi Moutong, salah satu dari 11 kabupaten yang bersebelahan langsung dengan Teluk Tomini di ketiga provinsi, ikut mendapat kesempatan emas meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya sektor perikanan. Apalagi, Parigi Moutong memiliki garis pantai terpanjang dibandingkan dengan daerah lain yang terlibat. Bibir pantai sepanjang 472 kilometer membentang dari ujung Kecamatan Sausu di bagian selatan hingga Kecamatan Moutong yang berbatasan dengan Provinsi Gorontalo di sisi utara.

Menurut jadwal Gerbang Mina Bahari, dana peningkatan teknologi untuk membantu nelayan akan cair tahun 2004. Dengan bantuan ini, penangkapan ikan tuna dan ikan batu yang menggunakan peralatan sederhana, tetapi telah menembus pasar Jepang akan terus digenjot. Direncanakan, penjualan ke mancanegara diperluas ke Asia Timur, seperti Korea Selatan.

Rencana perluasan pasar dimungkinkan oleh potensi penangkapan tuna masih terbuka lebar mengingat tuna gemar berenang di sekitar palung laut dekat Kabupaten Banggai Kepulauan. Palung tersebut sangat nyaman untuk meletakkan telur-telur ikan tuna.

Sampai saat ini, baru tersedia dua tempat pelelangan ikan (TPI), yaitu di Kecamatan Ampibabo dan Parigi. Nanti, bila sektor perikanan berkembang, pemerintah kabupaten berniat membangun TPI di bagian tengah kabupaten, Kecamatan Tomini dan Tinombo.

Produksi perikanan menunjukkan gejala meningkat. Produksi ikan tangkap naik 6,28 persen di tahun 2001. Namun, pengolahan pascatangkap tidak ikut membaik. Pengawetan ikan melalui pengasapan dan penggaraman justru mengempis 68,30 persen di tahun tersebut. Nelayan lebih suka menjual ikan segar ketimbang mengawetkan.

Dengan 80 persen desa di pinggir pantai, hanya sekitar 3,9 persen kegiatan ekonomi dihasilkan oleh sektor perikanan. Dalam sensus penduduk tahun 2000, tidak sampai tiga persen penduduk di enam kecamatan yang berhalaman depan Teluk Tomini bermata pencarian utama menangkap ikan. Angka itu belum termasuk penduduk yang menjadi nelayan paruh waktu. Rendahnya minat untuk memanfaatkan laut salah satunya karena keterbatasan alat dan teknologi yang dimiliki nelayan. Diharapkan dengan bantuan peningkatan teknologi, kinerja nelayan meningkat dan kesejahteraan masyarakat pesisir pun terangkat.

Kehidupan masyarakat Kabupaten Parigi Moutong masih berorientasi ke darat. Sebagian besar atau 36 persen penduduk lebih memilih sektor perkebunan sebagai pekerjaan pokok. Salah satu produk yang sampai saat ini masih menjadi andalan-meski sudah tak sepopuler dulu-adalah bungkil kopra yang dijual ke Surabaya. Pada dekade 1980-an, produk ini sangat diminati. Waktu itu, harganya Rp 300.000 per kuintal. Sekarang, menjadi Rp 85.000. Tanaman ini masih mudah ditemukan di seluruh kecamatan, khususnya Moutong, Tomini, dan Ampibabo.

Komoditas lain yang pamornya juga surut adalah cengkeh. Tanaman yang masih banyak dibudidayakan di Kecamatan Tomini ini kehilangan peminat karena fluktuasi harga dan tak tertutupinya ongkos produksi oleh harga jual. Tahun 2002, areal tanaman cengkeh 2.700 hektar (ha), hanya separuh dari areal tahun sebelumnya.

Produk perkebunan yang lebih diminati adalah kakao. Pada tahun 2002, hasilnya 26.000 ton, menurun daripada tahun 2001. Sentra penanaman tersebar di Kecamatan Tomini dan Ampibabo yang lebih tiga puluh persen penduduk bekerja di kebun. Apalagi di Kecamatan Ampibabo yang 65 persen penduduk tersedot di lapangan usaha tanaman tahunan. Hasilnya berupa biji kakao kering rutin dikirim ke Makassar lewat Trans Sulawesi.

Tak kurang 30 persen pasokan biji kakao dari seluruh daerah ke Makassar dikuasai oleh Parigi Moutong. Jika nanti pabrik kakao dibuka di Kota Palu, permintaan biji kering kakao akan lebih tinggi. Vanili yang harganya sedang melambung juga mulai dilirik. Penanaman banyak dilakukan di Kecamatan Tomini dan Sausu.

Lapangan usaha lain yang menyedot cukup banyak tenaga kerja adalah tanaman pangan. Hampir 30 persen penduduk berusaha tetap mengepulkan asap dapur dengan padi, jagung, kedelai, dan berbagai tanaman hortikultura. Dibandingkan dengan perkebunan, jenis budidaya ini menciptakan lebih banyak nilai ekonomi. Sekitar 24 persen kegiatan ekonomi kabupaten disumbang oleh sektor ini. Bulan Januari hingga Desember 2002, 208.000 ton dari panen 46.000 hektar dihasilkan dari persawahan yang pengairannya dibantu oleh sekitar 10 sungai. Surplus karena panen yang melebihi kebutuhan lokal kemudian dikirim ke provinsi tetangga, seperti Gorontalo dan Sulawesi Utara, serta kota-kota sekitar Parigi Moutong.

Dengan modal letak dan infrastruktur yang memadai, daerah yang dilintasi garis khatulistiwa ini punya peluang berkembang lebih cepat. Jalan Trans Sulawesi yang melintasi keenam kecamatan menjadi tulang punggung prasarana transportasi darat sekaligus mengurangi beban pemkab. Itu karena hampir 40 persen jalan di kabupaten itu merupakan tanggung jawab negara. Hanya tinggal melanjutkan penyediaan jalan ke lokasi-lokasi yang sukar dijangkau. Pengadaan prasarana akan mengurangi isolasi suku-suku asing di pedalaman sekaligus meningkatkan akses ke kantong-kantong produksi perkebunan.

Jika suplai dari kantong produksi lancar, rencana pembangunan dua kutub pertumbuhan akan lebih cepat terlaksana. Pusat pertumbuhan di bagian selatan di Kecamatan Sausu dan bagian utara di Kecamatan Tomini dengan basis pertanian dan hasil pertanian memang sedang dikejar oleh pemkab. Dengan dua kutub ini, industri pengolahan hasil pertanian, termasuk perkebunan dan hutan, mungkin akan jauh berkembang. Namun, industri pengolahan hasil laut masih jauh dari agenda pembangunan.

dikutip dari kompas cyber media

Thousands in C. Sulawesi take refuge from floods

Posted on Minggu, 09 September 2007 by Longky Djanggola

The Jakarta Post, May 08, 2007

Ruslan Sangadji, The Jakarta Post, Palu

A flash flood that struck Parigi Moutong regency in Central Sulawesi (not South Sulawesi as mentioned earlier) on Sunday has dumped up to a meter of mud in residential areas, preventing people from returning to their homes.

The Parigi Moutong regency administration reported that at least 1,096 people were taking refuge and more than 30 homes were badly damaged, with 100 more lightly damaged.

Regent Longky Djanggola said evacuees had taken shelter at SMP 6 high school and Petapa Inpres elementary school in Parigi district.

Two residents who were earlier reported missing and believed to have drowned, were found alive and in stable condition. One is still being treated at Parigi Moutong General Hospital.

Two people killed in the flood, Juluhi, 50, and Zulkifli, 45, were buried Monday.

Meanwhile, 10 villages in three districts in Donggala regency, Central Sulawesi, have reportedly been flooded for the past three days. There are no reports of casualties, but hundreds of residents have been forced to evacuate to safer areas because their homes and surrounding agricultural areas are flooded.

The villages, located in Dolo, Sigi Biromaru and Kulawi districts, are still submerged in up to a meter of water.

The worst-hit areas are Kaleke and Sidindo villages in Dolo district, and Bangga and Saluki villages in Kulawi district. Land communication has been totally cut and residents are forced to travel in carts pulled by oxen.

A Kaleke villager, Muhammad Syamsi, 55, said the current floods are worse than in previous years. His house was inundated by up to one meter of water, forcing him and his family to evacuate to higher ground.

"It flooded last year also, but we didn't have to evacuate because the water was only ankle-deep. But the flooding is quite bad this time," he told The Jakarta Post on Monday.

Floods also hit Palu city, with the subdistricts of Maesa in East Palu district and Lere and Juna in West Palu suffering the worst of the damage.

The Palu River burst its banks, but flooding in the city did not force people to evacuate. There have been no reported casualties.

Parigi Moutong regency, young but determined

Posted on by Longky Djanggola

National News - March 05, 2007

Ruslan Sangadji, The Jakarta Post, Parigi Moutong

Once part of Donggala regency in Central Sulawesi, Parigi Moutong regency will mark its fifth anniversary as an autonomous province on April 10 with a pledge to make the region the most developed in the province by 2020.

Considering its abundant resources, the regency, which surrounds Tomini Bay, will not find it hard to reach the goal, but problems posed by poverty might get in the way. From the regency's 371,204 residents, 27,000 families still lived under the poverty line.

According to the Marine and Fishery Office the regency stretched along 472 kilometers of coastline, from Sausu district in the south to Moutong district in the north.

With a fishing area that spanned 28,208 square km, the regency has the potential to harvest 587,250 tons of fish annually, excluding those caught from its 4,000 hectares of ponds, which were managed by both tradition and modern-day means.

With economic growth recorded at 5,98 percent, the regency also boasts various agricultural products, including chocolate, with 54,345 tones produced annually from plantations spanning 45,120 ha, coconuts, of which 40,757 tones was produced annually on some 24,500 ha of land and cloves, of which 421,751 tons were produced annually from plantations spanning 2,166 ha.

With its rich resources, poverty should be non-existent in the regency, especially considering that the marine and agriculture sectors were managed by residents and not by outside investors.

Parigi Moutong Regent Longky Djanggola said the marine sector was mostly managed by the natives of Bugis in South Sulawesi and Chinese Indonesians, while plantations were predominantly owned by Balinese and Javanese natives.

"The Balinese and Javanese previously arrived in the regency under transmigration programs, but now they have made their roots here," Longky said.

He said a majority of the regency's poor were natives, who have been lulled by the area's rich resources.

But Longky said he refused to let the economic gap remain, believing it could trigger social jealousy and fresh problems. "The poor residents should be empowered," he said.

Utilizing this spirit, the regency administration joined hands with the offices of the Coordinating Ministry for the People's Welfare and the United Nations Development Program in 2005 to implement the Millennium Development Goals program for the region by preparing plans to reduce poverty there.

Longky believed that in order to alleviate poverty, the poor would have to be involved in the programs so they could learn the true nature of the problems at hand. "It turned out that the poor residents actively involved themselves with us to find programs that they thought were of the utmost priority to them," he said.

Following discussions and meetings with the poor residents, it was discovered that one of the real problems they faced was a lack of capital to initiate potential money-making activities.

To remedy this, the administration placed a Rp 2.5 billion (US$271,739) guarantee in a bank for the poor. "The money is intended to allow poor residents to obtain interest-free loans," Longky said.

Since the loan scheme was launched, 1,180 people have applied for financing from the bank, borrowing between Rp 2.5 million and Rp 3.5 million each.

Head of Central Sulawesi Bank in Parigi Moutong, Wahidudin, said loan approvals were based on a proposal submitted by the applicant. The bank then records the debtor's loan repayments, which were anywhere between Rp 250,000 and Rp 500,000 each month.

Longky said that following good reports from the bank, the regency's legislative council agreed to place another Rp 2.5 billion in the bank this year for similar purposes. "The council has agreed and during the upcoming discussion on the regency's budget, the money will be included in the budget," he said.

Apart from providing interest-free loans, the regency administration has launched other poverty reduction programs, including a scheme to provide free medication to the poor and another to arrange the distribution of identification cards free of charge.

The regency earned the praise of the deputy Coordinating Minister for the People's Welfare, Sujana Royat, who said its programs were the most effective of the five provinces made to pilot projects under the Millennium Development Goals program. The other four provinces involved were Aceh, Maluku, North Maluku and Papua.

As part of its vision to make the regency the most developed in the province, the administration has also insisted on implementing clean governance and boosting revenues, while increasing the people's participation in development with the goal of improving welfare, the economy and the environment.

With its strategic location and adequate infrastructure, and thanks to the presence of the Trans-Sulawesi highway passing through its six districts, the regency has a chance to develop at a greater pace. The highway has allowed the administration to focus on providing a means of transportation to its more remote areas in order to open up isolated locations and provide easy economic access.

Longky said that the administration had also launched a program to provide better housing for the poor. Last year, 300 houses were built for villagers living in mountain ranges.

"In the 2007 budget we will propose to implement a housing program for the poor in the city, as well as construct roads to production sites."***

Koleksi Langka Parimout Dipamerkan

Posted on by Longky Djanggola

Pada tanggal 10 s.d 14 April 2007 Arsip Nasional Republik Indonesia mengikuti kegiatan Pameran Arsip dan Koleksi Langka Nasional dalam rangka hari ulang tahun Kabupaten Parigi Moutong ke-5. Kabupaten Parigi Moutong merupakan salah satu wilayah di Provinsi Sulawesi Tengah. Pameran Arsip dan Koleksi Langka Nasional dibuka secara resmi oleh Kepala ANRI Djoko Utomo dan didampingi oleh Bupati Parigi Moutong Drs. H. Longki Djanggola, M.Si, Walikota Palu Rusdy Mastura serta Sejarawan Belanda Hendrique Neimeijer.

Pameran ini diikuti pula oleh Perpustakaan Nasional RI, Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah seperti Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kota Palembang, Banggai Kepulauan, Kabupaten Donggala, serta UPT Perpustakaan Bung Karno. Pada pameran ini, stand Arsip Nasional RI mendapat kehormatan untuk menempati tempat di panggung utama. Arsip-arsip yang ditampilkan antara lain arsip –arsip bertemakan nasional dan sulawesi. Arsip-arsip bertema nasional antara lain menampilkan teks proklamasi tulisan tangan Bung Karno dan hasil ketikan Sayuti Melik, beserta foto-foto proklamasi lainnya. Selain itu dipamerkan pula arsip Dekrit Presiden serta Pelantikan Presiden, mulai Soeharto, BJ Habibie sampai Megawati serta pelantikan kabinet Indonesia Bersatu serta arsip tentang pembangunan nasional, seperti pencanangan pembangunan jembatan semanggi, tol Jagorawi dan panen raya.

Sedangkan arsip-arsip tentang sulawesi, terutama Parigi Moutong dan sekitarnya,yang dipamerkan antara lain arsip kontrak antara raja Parigi dan Gubernur VOC di Ternate tahun 1751 yang diambil dari Hoge Regering serta catatan VOC tentang Parigi yang diambil dari Dag Register. Selain itu juga terdapat arsip kartografi tentang Parigi Moutong serta foto tentang kunjungan Presiden Soekarno ke Poso tahun 1951 dan perumahan transmigran di Donggala. Selain itu, setiap hari Arsip Nasional juga memutar film-film produksi ANRI seperti Pengabdian tanpa titik akhir (100 tahun Bung karno), Bunga Rampai Pidato Bung karno, Peristiwa Sekitar Proklamasi, Save the past for the future serta profil Arsip Nasional RI.

Pameran yang diadakan setiap hari mulai dari jam 09.00 hingga jam 23.00 WITA ini sangat menarik perhatian dari banyak kalangan antara lain pelajar (TJ, SD, SLTP dan SLTA), masyarakat dan pejabat di Parigi Moutong serta masyarakat dari Kabupaten lain seperti Poso dan Palu. Mereka banyak yang tertegun, terutama melihat perjanjian antara raja Parigi dan VOC, peta- Parigi masa penjajahan Belanda, serta Film 100 tahun Bung karno. ***